Menatap Masa Depan Jurnalisme Indonesia

Sosial & Politik

Share this :

Penulis: Ana Nadhya Abrar

ISBN: 987-602-386-075-3

Dilihat: 7610 kali

Stock: 0

Ditambahkan: 03 June 2016

Dalam buku ini, Abrar bertutur dengan lugas dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Agar tuturannya menjadi segar, dia kerap mengutip langsung berita-berita yang bisa mewakili jurnalisme yang dipraktikkan. Hal ini merupakan satu pertanda: dia tidak ingin khalayak membaca buku ini dengan kening yang berkerut. Tidak terlalu berlebih-lebihan kiranya bila buku ini perlu dibaca segenap insan media pers (baik wartawan muda maupun wartawan senior), para pengamat jurnalisme, dan para mahasiswa yang sedang menekuni jurnalisme.

Rp70.000,00

Maaf buku ini sedang tidak tersedia


Bagi Abrar, pemegang gelar Ph.D. dalam jurnalisme, masa depan jurnalisme Indonesia tidak bisa dirumuskan tanpa mengetahui sejarah jurnalisme Indonesia. Soalnya, meminjam pendapat Kasdin Sihotang dalam buku Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme, “sejarah jurnalisme merupakan cara berada jurnalisme dengan menghubungkan masa lalu dengan masa kini dan membukakannya ke masa yang akan datang” (hal. 126). Maka, dia harus menjelaskan jurnalisme Indonesia masa lalu dan masa kini untuk bisa membayangkan jurnalisme Indonesia di masa depan.

 

Dengan merefleksikan jurnalisme Indonesia masa lalu yang dekat, Abrar menyadari apa yang sesungguhnya terjadi pada masa itu. Dengan melihat praktik jurnalisme pada masa itu, dia bisa merumuskan konsepsi jurnalisme yang sudah menjadi sebuah nilai. Maka, usahanya menghadirkan masa lalu jurnalisme Indonesia pada masa sekarang bermanfaat untuk membayangkan jurnalisme Indonesia di masa depan. Usahanya ini, kemudian, melahirkan ciri khas buku ini: salah satu dokumen tentang perjalanan jurnalisme Indonesia dan orientasi masa depan jurnalisme Indonesia.

 

Dalam buku ini, Abrar bertutur dengan lugas dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Agar tuturannya menjadi segar, dia kerap mengutip langsung berita-berita yang bisa mewakili jurnalisme yang dipraktikkan. Hal ini merupakan satu pertanda: dia tidak ingin khalayak membaca buku ini dengan kening yang berkerut. Tidak terlalu berlebih-lebihan kiranya bila buku ini perlu dibaca segenap insan media pers (baik wartawan muda maupun wartawan senior), para pengamat jurnalisme, dan para mahasiswa yang sedang menekuni jurnalisme.