Tanggal Posting

  • November 29, 2017

Share

SELAMAT JALAN PAK BONDAN!

SELAMAT JALAN PAK BONDAN!

Selamat jalan, Pak Bondan! Bapak selalu meluangkan waktu untuk membaca buku kuliner dari UGM Press. Testimoni Pak Bondan Winarno tentang buku Makanan Tradisional Indonesia terbitan UGM Press:

Bhinneka Tunggal Ika


Hingga saat ini, masih sulit mendefinisikan Makanan Tradisional Indonesia. Yang pasti, ada Makanan Tradisional Aceh, ada Makanan Tradisional Melayu, ada Makanan Tradisional Minang, ada Makanan Tradisional Palembang, dan seterusnya, Lalu, mana yang dapat dikualifikasikan sebagai Makanan Tradisional Indonesia? Mencampuradukkannya mungkin malah akan membuatnya tidak mak nyus. 


Bila kita ikuti falsafah dasar bangsa Indonesia yang disimpulkan dalam Amsal Tantular: Bhinneka Tunggal Ika, maka yang dapat kita tampilkan sebagai Makanan Tradisional Indonesia adalah pilihan dari berbagai jenis kuliner daerah yang dirangkai secara harmonis dalam sebuah ensembel. Misalnya: tumpeng tujuh kota dengan komponen sebagai berikut:

- nasi kelapa dari Ambon

- ayam masak habang dari Banjarmasin

- lawar daun belimbing dari Bali

- perkedel jagung dari Manado

- kembung betelok dari Pangkalpinang

- rendang daging dari Minang

- sambal raja dari Kutai


Mencampuradukkan kuliner daerah ke dalam satu bentuk sajian baru -- seringkali diagulkan sebagaifusion food -- seringkali malah mengakibatkan confusion alias kebingungan atau kerancuan. Maka, ketika kita ingin menampilkan Masakan Tradisional Indonesia, yang paling penting adalah mengenali bentuk dan citarasa asli dari setiap kuliner daerah itu. Jangan sampai namanya rica-rica, tetapi yang dihadirkan adalah balado -- dua konsep yang sungguh beda. Saya bahkan pernah memesan ayam betutu yang tertera pada menu seuah restoran di Solo, tetapi yang datang adalah ayam isi alias  gevuldekip atau yang dalam kuliner Betawi dikenal sebagai ayam kodok. Ketika saya protes bahwa yang disajikan itu bukanlah ayam betutu, sang pramusaji dengan santai berkata: " Lha, niku rak ayamipun mbethuthuk, ta Pak?"


Karena itulah, saya menyambut baik buku Makanan Tradisional Indonesia karya bersama Eni Harmayanti dengan Umar Santoso dan Murdijati Gardjito ini. Buku ini ikut memperkaya pemahaman kita tentang Makanan Tradisional Indonesia, sehingga kita tidak lagi rancu atau gamang ketika hendak menyajikan makanan tradisional Indonesia secara baik dan benar.


Semoga kuliner Indonesia semakin jaya dan tidak hanya jadi jago kandang, tetapi mampu hadir di ranah global.


Salam kuliner,

Bondan Winarno

14 Maret 2017